Jumat, 29 Agustus 2008

SUDAHKAH INDONESIA MERDEKA?



Sudahkah Indonesia Merdeka?
Mungkin pertanyaan itu pantas kita berikan kepada bangsa ini, mengingat belum lama ini kita memperingati hari kemerdekaan RI. Namun apakah kemerdekaan yang telah dicapai oleh bangsa ini merupakan titik akhir dari kebebasan dan kemerdekaan bangsa? Entahlah… sayapun heran dengan keadaan yang dialami oleh bangsa kita ini.
Sekadar kamu tahu, utang luar negeri Indonesia yang berhasil dikoleksi sekitar Rp 745 triliun. Utang dalam negeri mencapai Rp 655 triliun. Dan biasanya kondisi ini berbanding lurus dengan buruknya masalah sosial; maraknya kriminalitas dan kejahatan seksual. Maka, maraknya berita tentang pembunuhan, pencurian, pelacuran dan perkosaan menjadi satu indikasi bahwa negeri ini benar-benar tiada berdaya mengurusi masalah kehidupan ini.

Satu lagi masalah yang menyumbang beban bagi negeri ini adalah kondisi kehidupan remaja yang sudah sebelas-duabelas dengan gaya hidup di Amrik dan Eropa. Remaja Indonesia, khususnya yang muslim, mulai terpesona dengan gemerlap kehidupan Barat yang dikemas dengan apik. Tujuannya, sangat jelas. Yakni untuk meracuni pemikiran dan perasaan remaja Islam. Pendek kata, biarin deh agamanya yang tertulis di KTP adalah Islam, tapi kehidupan sehari-hari sebisa mungkin kudu klop dengan garis kehidupan yang diajarkan ideologi lain.

Sobat muda muslim, kita udah capek melihat banyaknya fakta, tentang buruknya kualitas pribadi remaja negeri ini. Gimana nggak, kebanyakan remaja negeri ini lebih memilih berprestasi di dunia hiburan, ketimbang jadi ilmuwan. Masih betah dengan predikat remaja funky, ketimbang remaja intelektual. Begitu pun dengan remaja Islam pada umumnya, lebih suka dianggap gaul, ketimbang dapat sebutan remaja masjid. Waduh..!

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Jumat, 17 Agustus 1945 Tahun Masehi, atau 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, atau 17 Ramadan 1365 Tahun Hijriah dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat, adalah merupakan awal dari pembuktian bahwa Bangsa ini telah merdeka dari jajaha bangsa asing. Yang mana momemtum ini selalau diperingati sebagai “HARI KEMERDEKAAN INDONESIA”. Beragam acara digelar dan digeber abis. Mulai tingkat RT sampe tingkat nasional. Untuk memeriahkan dirgahayu kemerdekaan itu, lagi-lagi banyak orang lebih memilih hiburan. Kali aja bisa menghilangkan setres di otak karena mikirin masalah bangsa yang begitu runyam.
Itulah sebabnya, dari tahun ke tahun kita cuma disuguhi dengan beragam lomba yang membosankan, bahkan kesannya main-main doang. Gimana nggak; lihat aja balap karung, lomba makan kerupuk, bersaing untuk ambil uang koin yang ditancepin di jeruk bali yang udah dilumuri oli, penonton pun dibuat terpingkal-pingkal menyaksikan adegan lucu masukin belut ke dalam botol.

Namun pada kali ini, ada lembaga yang menciptakan ide briliannya dalam memaknai hari kemerdekaan itu sendiri. Diantaranya adalah mengadakan lomba karya ilmiah, lomba menulis artikel tentang kemerdekaan, dan juga digelar lomba pidato. Dengan adanya kegiatan yang seperti ini akan membuat para remaja memberikan opini jujur tentang kemerdekaan yang sudah diraih. Pastinya lebih menarik. Bahkan mungkin akan memberikan suasana baru. Boleh jadi malah memberi pemahaman baru untuk memaknai kemerdekaan yang hakiki,dan para remaja menjadi terpacu untuk berjuang meraih ilmu agar dapat memperbaiki nasib bangsa yang tak jelas ujungnya.

Sejarah Kemerdekaan Indonesia
Ngomong-ngomong masalah kemerdekaan, tau nggak gimana hari-hari menjelang kemerdekaan. Kalau udah lupa simak ya penjelasan berikut ini….
Teks proklamasi ditulis di ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.

Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari otto iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.



Isi Teks Proklamasi
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta



Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.
Naskah Otentik
Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.

Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, hari 17, bulan 8, tahun 45
Wakil2 bangsa Indonesia.

Makna Kemerdekaan Yang Sesungguhnya
Siapa yang tidak ingin merdeka? Tentu semua orang ingin lepas dari penjajahan dan bebas dari penindasan. Namun, karena model penjajahan yang berlaku sekarang ini bukanlah secara fisik (baca: militer), jadinya nggak kerasa kalo kita sebetulnya sedang dijajah secara ekonomi, sosial, budaya, juga politik. Sadar nggak..?
Merdeka adalah terbebasnya kita dari segala penghambaan kepada hawa nafsu dan aturan orang lain, seraya kita mengikatkan dan menundukkan diri kita sepenuhnya kepada Allah Swt. Sebab, itulah sebaik-baik penghambaan kita. Kalo sekarang kita masih terjajah oleh hawa nafsu, dikendalikan dan didikte oleh orang lain, maka kita jelas masih terjajah alias belum merdeka.

INTERNET??MAKANAN APA TU?



Melihat iklan ini mungkin kita akan tersenyum, entah karena kepolosan mereka akan INTERNET atau juga karena kita yang tidak tau bagai mana keadaan mereka di kampung.Bagi sebagian orang memang akses internet merupakan hal yang biasa. Namun tidak sedikit juga orang yang gagap dengan teknologi tersebut alias “gaptek”.
Berdasarkan data di Jardiknas, jumlah lembaga pendidikan di negeri ini, mulai SD hingga PT(perguruan tinggi), baik negeri maupun swasta, hingga 15 Juni 2008 tercatat sekitar 200.833. Jumlah ini tentu saja belum termasuk sekolah-sekolah tertentu yang terhadang oleh beberapa kendala teknis. Ribuan lembaga pendidikan tersebut tersebar di 33 provinsi, mulai Nanggroe Aceh Darussalam hingga Irian Jaya Barat. Hitungan kasar, kalau dalam satu lembaga pendidikan mendidik, katakanlah, 100 anak, setidaknya ada sekitar 20.083.300 anak-anak bangsa yang tengah digembleng. Sungguh, bukan jumlah yang sedikit. Jika anak-anak negeri ini terdidik dengan baik, jelas mereka bisa menjadi “investasi” masa depan dan modal sosial yang cukup membanggakan untuk membangun Indonesia yang cerdas dan visioner.



Menggembleng anak dalam jumlah jutaan semacam itu jelas bukan persoalan yang mudah. Apalagi, mereka tersebar di berbagai wilayah teritorial yang beragam karakter dan latar belakang sosialnya. Ada kesenjangan yang begitu lebar antara kota dan desa. Kompetensi gurunya pun jelas mengalami ketimpangan karena faktor fasilitas dan kemudahan mengakses informasi dan keilmuan. Mereka yang tinggal di kota jelas memiliki kemudahan dalam memutakhirkan pengetahuan dan keilmuan melalui akses media publik semacam internet. Sementara itu, yang tinggal di daerah pedesaan dan pedalaman? Atau, yang lebih tragis, mereka yang tinggal di kawasan yang masuk kategori terpencil? Alih-alih memutakhirkan ilmu, bisa konsisten mengasah kerak ilmu yang memfosil dalam tempurung kepala saja sudah termasuk layak dikagumi.
Alangkah cerahnya masa depan negeri ini jika anak-anak dusun dan pelosok di wilayah Aceh, yang sekarang tengah gencar memburu ilmu di bangku sekolah mendapat bekal keilmuan yang sama dengan saudara-saudaranya yang tinggal di kota. Harapan itu bisa terwujud jika mereka mendapatkan layanan pendidikan yang baik dan bermutu.
Berdasarkan hal ini rasanya kita bisa menjawab harapan tersebut. Memang pada zaman yang serba modern ini internet merupakan suatu kebutuhan bagi banyak orang, khususnya para pelajar yang ada di Aceh.
Setelah guncangan hebat dan juga gelombang besar Tsunami yang telah meluluh lantakkan Negri Serambi Mekah itu, banyak fasilitas-fasilitas pendidikan yang harus diperbaharui, Baik material maupun sumberdaya manusianya. Dan seiring dengan perkembangan zaman, tentu tiada orang yang ingin tertinggal dan tergilas oleh laju moderenitas seperti yang sekarang. Untuk menjawab tantangan itu, akses internet cepat (speedy) bisa kita andalkan.

Apa itu Telkom Speedy ?
Speedy adalah produk layanan internet access end-to-and dari PT.TELKOM dengan basis teknologi Asymetric Digital Subscriber Line (ADSL). Teknologi ini mampu menyalurkan data dan suara secara simultan satu saluran telepon biasa, sesuai paket kecepatan layanan yang dipilih, dari modem sampai BRAS (Broadband Remote Access Server).
Melalui layanan ini, pelanggan dapat melakukan akses internet (dedicated) dengan kecepatan (downstream) yang tinggi (sampai dengan 384 Kbps).

Keunggulan Telkom Speedy
• Mengguankan saluran telepon yang sudah ada atau saluran telepon baru sebagai media akses.
• Saluran telepon dapat digunakan secara bersamaan dengan fasilitas akses internet (Speedy) tanpa saling mengganggu.
• Layanan total solusi oleh telkom (Saluran akses dan kebutuhan akses internet nya disediakan oleh TELKOM)
• One Bill Collection (Penagihan dilakukan oleh telkom melalui rekening tagihan telepon bulanan, tagihan internet digabungkan dengan tagihan telepon)
• Speed downstream local akses internet pada jaringan TELKOMnet sampai dengan 384 Kbps.

Jangkauan layanan Speedy
Sekarang layanan Speedy dapat dinikmati di banyak kota di seluruh Indonesia. Banda Aceh, Medan, Pekan Baru, Padang, Palembang, Lampung Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bandung, Yogya, Cirebon, Semarang, Samarinda, Surabaya, Malang, Madiun, Pontianak, Bali dan kota lainnya. Jadi, dimanapun anda berada Speedy siap melayani anda menjelajah dunia melalui dunia maya.

Dari keunggulan dan pelayanan yang telah diberikan Speedy, tentu akan membawa dampak yang sangat luar biasa khususnya dalam dunia pendidikan. Pada zaman ini siswa dituntut agar dapat aktif dalam belajar tidak hanya dari guru maupun dari buku siswa juga diharapkan dapat menggali ilmu-ilmu yang tersebar sangat luas yang terdapat dalam dunia maya yaitu internet.
Tidak sedikit guru yang memberi tugas dengan dilengkapi bahan dari internet, Bukan hanya sekedar tugas, melainkan mampu mempresentasikannya didepan teman-teman yang lain, dan ini adalah salah satu contoh yang kecil dari penggunaan internet dalam dunia pendidikan.
Selain mencari bahan untuk presentasi di sekolah, banyak hal lain yang dapat diandalkan dari akses internet, misalnya pendapat dari Kuntoro Mangkusubroto, Kepala Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias, juga menggarisbawahi perlunya TIK dalam penanganan pasca bencana. Ia mencontohkan peranan TIK dapat meminimalisir korban jiwa.
Misalnya, dalam bencana tsunami di Aceh yang lalu, di Kabupaten Simeleu menurut Kuntoro sudah ada peringatan dini. Namun dilakukannya dalam bentuk tradisional berupa teriakan. “Meskipun sederhana ini adalah bentuk TIK kuno. Sehingga di Kabupaten itu hanya ada satu korban jiwa ketika tsunami menerjang,” ujar Kuntoro.
Kuntoro mengatakan, akan lebih baik jika aplikasi seperti itu menggunakan teknologi yang lebih baru. Ia yakin hal itu bisa lebih meminimalisir korban jiwa.
Pada umumnya Negara Indonesia khususnya wilayah Aceh, memiliki potensi sumber daya manusia yang besar untuk dapat menjadikan bangsa ini bangkit dari keterpurukannya, namun sayangnya masih banyak orang yang tertutup dengan perubahan dan berkembangnya zaman, tanpa memiliki wawasan dan ilmu yang luas tentu akan sulit untuk merubah nasib bangsa ini.
Alangkah menarik dan menyenangkan kalau setiap hari anak-anak bisa belajar secara leluasa, tanpa dibatasi oleh empat dinding “penjara” kelas. Mereka bisa mengakses informasi dan pengetahuan melalui aktivitas surfing di internet. Dalam mengerjakan tugas, mereka tak lagi menghabiskan banyak duit untuk beli kertas dan alat tulis. Mereka cukup duduk di depan layar monitor, menjawab tugas dari blog gurunya, lantas mengumpulkannya melalui attachment file ke alamat e-mail gurunya. Otak mereka dipenuhi dengan informasi dan pengetahuan baru yang mereka update lewat surfing di internet, menjelajahi situs dan blog yang sarat dengan ranah ilmu yang mencerahkan. Aktivitas pembelajaran jadi lebih aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Guru pun juga senantiasa tertantang untuk selalu meng-update wawasan keilmuan.

Sistem pembelajaran elektronik atau(E-learning)
Adalah cara baru dalam proses belajar mengajar. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung. E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan.
E-learning telah mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis. E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.
Dalam e-learning, faktor kehadiran guru atau pengajar otomatis menjadi berkurang atau bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena yang mengambil peran guru adalah komputer dan panduan-panduan elektronik yang dirancang oleh “contents writer”, designer e-learning dan pemrogram komputer. (Sumber: Wikipedia)
Wah, sungguh, para pengambil kebijakan mesti mulai meliriknya. Jaringan infrastruktur informasi harus terus dibangun secara merata hingga ke pelosok yang terpencil sekalipun. Suatu ketika, mudah-mudahan khayalan saya yang ngelantur tadi bisa terwujud.

"TARI TANGAN SERIBU YANG DINAMIS"




“Satu ciri menarik dari tari Aceh adalah bahwa ia dilakukan secara berkelompok. Seudati yang heroik dilakukan oleh delapan orang. Saman, sebagian menyebutnya “tari tangan seribu” alias “a thousand hand dance” yang rampak dan dinamis biasanya dilakukan oleh sepuluh orang laki-laki atau sepuluh orang perempuan. Likok Pulok juga demikian, walaupun bisa juga ditarikan delapan atau dua belas orang. Tari Ranub Lampuan yang indah untuk memuliakan tamu biasanya dilakukan oleh enam atau delapan dara Aceh. Tak ada tari Aceh yang dilakukan sendiri alias secara solo.”

Apakah karena orang Aceh tidak berani menari sendiri? Rasanya bukan. Karena konon orang Aceh punya keberanian individu yang hebat. Tak kurang Sang Pramoedya mengakuinya. ”Orang Madura beraninya carok, orang Jawa kalau berantam suka tawuran, tapi orang Aceh punya keberanian individual yang luar biasa” begitu kira-kira kata Pram dalam salah satu wawancara menjelang akhir hayatnya.

Saat Perang Aceh, ketika perlawanan pasukan Aceh mulai lemah, pasukan kolonial Belanda sering diamuk pejuang Aceh secara individu sehingga dikenal "Atjehnese murder" (Atjeh-moord). Fenomena yang sama pernah muncul dimasa DOM dan aneka operasi militer serdadu Indonesia di Aceh 1980-an ke atas.

Pada masa penjajahan Belanda, pertunjukan tari saman juga sempat dilarang karena dianggap mengandung unsur magis. Namun larangan itu tidak dihiraukan oleh masyarakat Aceh, sehingga tarian ini terus berkembang pesat sampai sekarang dengan berbagai dinamika yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Ciri khas lainnya aneka tarian Aceh adalah adanya syekh (pemimpin) dan kadang-kadang juga aneuk syech, semacam wakil atau asisten dari syech. Ini bisa jadi ada hubungannya dengan kosep imam dan amir dalam Islam yang mempunyai wajah unik tersendiri di Aceh. Bahwa setiap kelompok lebih dari satu orang, harus memilih satu orang pemimpin. Jika dua orang melakukan perjalanan, maka salah satunya dipilih jadi amir perjalanan.

Konsep pemimpin dalam Islam juga mewujud dengan jelas dalam shalat berjamaah yang sangat demokratis dan egaliter, yang konon menjadi sumber inspirasi pencipta Likok Pulok. Siapa saja boleh menghadap Tuhan-nya di barisan terdepan di belakang imam atau bahkan menjadi imamnya. Siapa pun bisa jadi imam asal memenuhi syarat yang dapat dipenuhi siapa saja yang mau belajar dan mengamalkannya. Makmum, pengikut imam, harus ikut gerakan imam. Tapi makmum bisa mengingatkan jika imam lupa. Bila imam, maaf, kentut, siapapun di belakang imam boleh menggantikannya dan imam dengan kesadaran sendiri harus mundur. Imam perlu jamaah. Sebaliknya, jamaah tidak jalan tanpa imam. Karena itu, tarian Aceh adalah tarian berjemaah!

Dalam beberapa gerakannya, seperti dalam tari Seudati dan Ranub Lampuan, ”konsep ruang berupa titik-sentral-di-tengah-lingkaran” seringkali muncul. Margaret Kartomi, profesor seni tradisional Nusantara dari Australia menuliskan:

“…the central point-in-a-circle concept of space is believed to have its parallels in Perso-Arabic thinking and points to Aceh's links with Persian, Moghul, Turkish, and Arabic cultures over the past millennium. It governs mosque-centred town planning, some visual art designs and some formations of dancers and musicians who circle around their leader at the centre point.” (Kartomi 2004)

Tak salah rasanya jika kita katakan bahwa tari Aceh adalah salah satu wujud peradaban Aceh. Bagaimana Aceh memandang dirinya di tengah peradaban Persia, Moghul, Turki, dan Arab terlihat dalam konsep ruang tari Aceh. Mewujud juga dalam perencanaan gampong dan kota dimana mesjid adalah titik pusatnya, baik secara fisik maupun mental.

Syeikh, amir, atau imam menentukan gerakan dinamis dan serempak tarian jamaahnya. Maju bersama, mundur, duduk, bersila seperti dalam Saman; berjingkrak, bahkan berlari dengan bersemangat seperti dalam Seudati. Lemah gemulai dan lembut seperti dalam Ranub Lampuan. Dibantu aneuk syeikh, seorang syeikh menentukan irama, emosi, dan gerak para penarinya.

Kerjasama dan saling percaya antara syeikh dengan para penarinya adalah keniscayaan. Tak ada tari Aceh tanpa kerjasama dan saling percaya. Tari kehilangan keindahan dan pesonanya. Coba bayangkan tangan, tubuh, kepala yang saling berbenturan di tengah kegesitan gerakan serempak Tari Saman! Taripun buyar. Taripun kehilangan eksistensinya!




Seperti tarian Aceh, orang Aceh bisa maju dan mempesona jika dia berjamaah. Kelemahannya, setiap jamaah sangat rentan terhadap ”bisikan syeitan”. Jika satu penari khianat karena kepentingan pribadi atau kena rayuan dari luar tarian—dan ini sangat mudah dalam dunia yang makin hedonistik ini, maka rusaklah seluruh tarian. Penari bisa terpengaruh atau dibeli. Kalau satu terbeli, shaf jamaah bolong. Kalau shaf jarang setan bisa lewat!

Seperti tarian Aceh, orang Aceh bisa maju dan bahagia jika syeikh-nya adalah imam yang berilmu, tegas, tapi juga demokratis dan terbuka. Banyak orang Aceh masih menderita sampai sekarang karena Aceh sudah lama kehilagan pemimpin yang bisa memimpin gerak maju rakyatnya. Seperti Tari Saman atau Likok Pulok tanpa syeikh.
Selama ini, pemimpin Aceh juga banyak yang pelupa. Adalah kewajiban rakyat yang tahu untuk mengingatkannya, seperti kewajiban makmum mengingatkan imam yang lupa dalam shalat jamaahnya. Supaya jamaah tidak perlu bubar; supaya tarian tetap rampak dan mempesona.

Semoga Aceh tidak mendapat (lagi) imam yang suka kentut ketika sedang berjamaah ; dan tidak ada (lagi) syeikh yang kehilangan suara ditengah puncak semangat para penarinya. Jika ada, semoga sang imam tahu diri untuk mundur dan ada yang mau menggantikannya ; begitu juga dengan syeikh agar digantikan dengan aneuk syeikh.

Sumber :

• http://www.aceh-timur.go.id
• http://www.id.wikipedia.org
• http://www.nad.go.id
• http://www.acehinstitute.org